Sabtu, 28 Januari 2012

Memperbaiki Kualitas Garam Produksi Lokal

MEMPERBAIKI  KUALITAS  GARAM  PRODUKSI  LOKAL
(Improving Local Salt Quality)


Last Update : Jumat, 24. Agustus 2001 18:22:03


Meskipun tidak semua garam produksi lokal bermutu rendah tetapi kenyataan memang menunjukkan adanya kelemahan-kelemahan yang vital bagi mutu suatu garam yang sering didapati pada garam lokal antara lain rendahnya kandungan iodine yang tidak memenuhi standar seperti ditetapkan oleh Lembaga Standar Nasional Indonesia. Setidaknya ada 13 kriteria standar mutu yang harus dipenuhi oleh produsen garam. Di antaranya adalah penampakan bersih, berwarna putih, tidak berbau,  tingkat kelembaban rendah, dan tidak terkontaminasi dengan timbal/bahan logam lainnya. Kandungan NaCl untuk garam konsumsi manusia tidak boleh lebih rendah dari 97 % untuk garam kelas satu, dan tidak kurang dari 94 % untuk garam kelas dua. Tingkat kelembaban disyaratkan berkisar 0,5 % dan senyawa SO4 tidak melebihi batas 2,0 %. Kadar iodium berkisar 30 - 80 ppm.

Jika dibandingkan dengan kualitas garam lokal produksi petani garam di Cirebon, Jawa Barat, yang memiliki kandungan NaCl rendah di bawah 90 %, maka akan sulit bersaing dengan garam impor dari Australia dan India yang note bene bermutu lebih baik. Belum lagi dari sudut pertimbangan harga. Kualitas garam rakyat harus ditingkatkan menyongsong era pasar bebas di tahun 2003.

Sentra produsen garam di Jawa terdapat di sepanjang pantai utara (Pantura) dan sedikit di jalur pantai selatan. Khususnya di Jawa Tengah, daerah sentra garam terdapat di Rembang, Pati, Demak, Jepara, dan Brebes, sedangkan di jalur selatan penghasil garam terdapat di Grobogan yang lebih dikenal sebagai garam non tambak. Daerah utama penghasil garam di Jawa Barat adalah terutama Cirebon dan Indramayu, yang menghasilkan 109.900 ton per tahun atau baru 66,9 %dari tingkat kebutuhan propinsi . Kebutuhan garam untuk Jawa Barat yang sebesar 530.000 ton per tahun belum mampu dicukupi sendiri sehingga sebagain disuplai dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kedua propinsi tersebut menghasilkan 900.000 ton per tahun. Daerah potensial penghasil garam di luar Jawa antara lain terdapat di Nusa Tenggara Barat dan Bali. Total luas daerah produsen garam meliputi 25.000 hektar (Jawa Timur 9.000 ha, Jawa Tengah 3.500 ha, Jawa Barat 3.500 ha, daerah lain 3.500 ha). PN Garam  yaitu perusahaan pemerintah yang memproduksi garam sekaligus sebagai badan penyanggah, menguasai lahan garam seluas 5.500 ha.

Pemerintah melalui Kepmen No 77/1995 tentang Pengolahan, Pelabelan dan Pengemasan Garam Beryodium berupaya meningkatkan kualitas garam rakyat sehingga memenuhi syarat SNI. Proses produksi garam rakyat kebanyakan hanya bergantung pada alam (air laut dan cuaca) dan sedikit muatan teknologinya. Khususnya kadar yodium rendah, dimana konsumsi dalam jangka panjang menyebabkan timbulnya penyakit gondok di beberapa daerah akibat kekurangan yodium. Untuk keperluan itu, Bank Dunia telah menyediakan dana sebesar Rp 140 juta untuk standarisasi perusahaan garam. Di samping UNICEF yang berencana mengalokasikan dana untuk membantu penarikan garam non iodium yang terlanjur beredar di pasaran.

Proses Produksi Garam 
Produksi garam adalah menguapkan air laut dalam petak-petak di pinggir pantai. Air laut yang diuapkan sampai kering mengandung setiap liternya sejumlah 7 mineral (CaSO4, MgSO4, MgCl2, KCl, NaBr, NaCl, dan air dengan berat total 1.025,68 gram. Setelah dikristalkan pada proses selanjutnya akan diperoleh garam dengan kepekatan 16,75 - 28,5 derajat Be setara dengan 23,3576 gram. Untuk menghasilkan garam dapur hanya akan diperoleh 40,97 % dari jumlah semula. 

Lokasi pembuatan garam yang ideal adalah memenuhi persyaratan antara lain lokasi landai, kedap air, air laut dapat naik ke lahan tambak garam (dengan atau tanpa bantuan alat), konsentrai air baku minimum 2,5 derajat Be. Lokasi juga bersih dari sumber air tawar, dengan curah hujan sedikit dan banyak sinar matahari untuk optimalnya penguapan air laut. Musim kemarau yang panjang akan memperkecil frekuensi turun hujan.


Desain Lahan Garam (Sesuai Peraturan Iodiumisasi)

Basis Perhitungan
Luas lahan 1 hektar
*  Satu musim garam enam bulan kerja
*  Satu ton garam (NaCl) 97,78 % db, dihasilkan oleh 50 m3 air laut 2,5 derajat
    Be
*  Safety factor 20 %, sehingga 60 m
3 air laut untuk satu ton produksi garam. 

Penyiapan Air Laut
*  Target produksi 80 ton / musim garam
*  Kebutuhan air laut = 80 x 60 m3 = 4.800 m3
*  Kebutuhan air laut = 4.800 m3 : 6 = 800 m3 / bulan
*  Pasang naik 2 kali / bulan (tanggal muda dan pertengahan)
*  Persiapan air laut 800 m3 : 2 = 400 m3 setiap kali pasang naik

Waduk
*  Ukuran panjang 40 m, lebar 30 m, luas 15 % dari luas lahan
*  Kapasitas 400 m3 diolah 15 hari
*  Kedalaman air waduk 0,4 m
*  Luas lahan 400 m3 : 0,4 = 1.000 m3
*  Total luas lahan 1.500 m3 untuk saluran dan pematang

Tenaga Kerja
*  Untuk memindahkan air, kemampuan tenaga manusia 12 l air laut / angkatan
*  Air laut yang diolah per hari 400 m3 : 15 = 27.000 liter
*  Jumlah angkatan 27.000 : 12 = 2.250 kali
*  Satu menit 15 angkatan
*  Waktu yang dibutuhkan 2.250 : 15 = 2,5 jam, dengan 1 jam istirahat. Total wak
    tu = 3,5 jam 

(dalam R.Fitriana)

Suplai Garam
Kebutuhan garam nasional sekitar 1,839 juta ton per tahun terdiri atas garam konsumsi 855.000 ton dan garam industri 984.000 ton. Kebutuhan garam untuk industri soda menempati urutan teratas yaitu 76 %, diikuti untuk kebutuhan industri pengeboran minyak (15 %) dan jenis industri lain seperti  kulit, kosmetik, sabun, dan es (9 %).  Kebutuhan garam konsumsi untuk makanan  merupakan 72 % sedangkan sisanya dibutuhkan untuk bahan penolong dalam industri makanan. Konsumsi garam per kapita adalah 3 kg per tahun per orang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar